Hujan memukul atap rumah kayu saat Galih, tukang ukir topeng di lereng kota, menutup hari yang panjang. Di sela jeda merapikan serbuk kayu, layar ponselnya menampilkan sesi Mahjong Ways yang tak biasa. Angka di sudut layar terus bertambah, berujung pada penarikan dana senilai Rp 92.800.000.
Malam itu tidak ada sorak-sorai, hanya napas ditahan beberapa detik dan kopi yang mendadak hambar. Galih lebih banyak diam, memastikan notifikasi tuntas dan saldo aman. Baginya, kejadian ini bagian dari rutinitas digital yang kebetulan bersinggungan dengan ruang kerjanya yang sederhana.
Kabar tersebut cepat beredar di lingkaran kecil perajin sekitar. Mereka mengenal Galih sebagai sosok telaten, bukan penggembar-gembor. Malam bergemuruh itu pun tercatat sebagai momen yang menyeberangkan cerita dari bengkel ukir ke dunia permainan di layar.
Di meja yang penuh pahat dan cat, Mahjong Ways tampil sebagai hiburan ringan ketika tangan perlu rehat dari pola topeng. Galih biasa mengatur durasi bermainnya singkat, menutup aplikasi ketika alarm kecil di ponsel berbunyi. Ritme itu ia jaga agar tidak mengganggu pesanan.
Malam ini berbeda karena rangkaian simbol di layar seolah menyatu dengan dentum hujan. Ia tak menafsirkan apa-apa, hanya mengikuti langkah yang sudah ia tetapkan: catat, cek ulang, lalu berhenti. Dalam catatan hariannya, Galih menulis waktu dan nominal, sebuah kebiasaan kecil yang membantunya menakar batas.
Di antara getar notifikasi, ia memastikan koneksi stabil dan memberikan ruang beberapa menit untuk verifikasi. Setelah angka Rp 92.800.000 benar-benar tercatat, ia kembali menutup ponsel. Mahjong Ways tetap menjadi permainan, sementara pekerjaan utama menunggu di atas balok kayu nangka.
Bengkel Galih tidak luas, tetapi tertata. Di dinding tergantung sketsa topeng Panji dan Rangda, di rak ada pola ukiran yang sudah dilaminasi plastik agar awet. Lampu kuning tua menerangi setiap gores pahat, memberi suasana hangat saat angin malam menusuk.
Ketenangan ruangan itu membantu Galih menjaga jarak dari euforia. Ia terbiasa mengandalkan kepastian yang bisa dipegang tangan: pesanan tertulis, pembayaran yang jelas, dan jadwal pengiriman. Permainan digital hadir sekadar selingan, tidak menjadi penentu arah.
Para tetangga mengenalnya sebagai pekerja senyap yang menolak mengambil keputusan cepat. Bahkan pada malam yang memunculkan angka besar, ia memilih menutup buku harian lebih awal dan menyimpan ponsel di laci.
Nominal Rp 92.800.000 terdengar berat di telinga perajin tradisional. Galih memandangnya sebagai hasil yang perlu dikelola, bukan alasan untuk merayakan sepanjang malam. Ia menyiapkan rencana sederhana: sisihkan untuk bahan kayu, perawatan alat, dan sedikit peremajaan ruang kerja.
Di luar itu, ia tetap menggunakan patokan yang sama: bermain singkat, berhenti ketika target selesai, dan kembali fokus pada topeng. Mahjong Ways baginya tinggal catatan di akhir halaman, bukan judul besar yang mengubah identitasnya sebagai pengukir.
Pendekatan ini membuat suasana rumah kayu tetap teduh. Hujan mereda, jam dinding mendekati tengah malam, dan aroma kopi dingin bercampur bau minyak kayu. Angka besar itu tidak mengubah ritme yang sudah ia bangun bertahun-tahun.
Kejadian di layar memberi cerita, namun pijakan Galih tetap pada pahat dan pola ukiran. Ia memilih menyimpan kebahagiaan dalam bentuk yang praktis: alat terasah, meja kerja rapi, dan daftar pesanan yang tertutup rapi di map plastik.
Cerita malam bergemuruh ini memperlihatkan cara sederhana menjaga jarak dari layar tanpa menolak hiburan. Mahjong Ways tampil seperlunya, sementara ruang kerja tetap menjadi pusat. Pada akhirnya, yang menenangkan bukan sekadar angka yang muncul, melainkan keputusan untuk berhenti tepat waktu dan kembali pada hal yang bisa dirawat tangan.