Riuh terdengar di lorong fakultas teknik ketika sebuah unggahan internal menyebut Dina, mahasiswi semester akhir, tak sengaja melakukan wede bernilai 99 juta dari Mahjong Ways 2. Istilah wede di kalangan anak kampus merujuk pada penarikan dana dari sebuah aplikasi atau permainan yang terhubung ke dompet digital. Kabar ini beredar cepat dan menyalip obrolan tugas akhir hingga jadwal asistensi.
Cerita bermula saat Dina menunjukkan notifikasi transaksi di ponselnya kepada teman satu kelompok. Ia mengaku sedang mengutak-atik pengaturan akun untuk melihat riwayat, lalu tanpa sadar mengeksekusi perintah penarikan dengan nominal besar. Dalam hitungan menit, tangkapan layar menyebar ke beberapa grup kelas dan memantik tanya soal bagaimana proses di balik Mahjong Ways 2.
Suasana makin ramai ketika sejumlah mahasiswa mencoba menelusuri apakah transaksi itu real-time atau tertunda. Ada yang menganggapnya keliru menekan tombol, ada pula yang berspekulasi soal bug aplikasi. Dina memilih menepi dari sorotan dan meminta teman dekatnya agar tidak mempublikasikan detail rekening.
Beberapa dosen pembimbing menilai fenomena ini sebagai pengingat tentang literasi finansial dasar di ranah digital. Mereka menekankan pentingnya kehati-hatian saat sebuah aplikasi memberi akses cepat ke rekening atau dompet elektronik. Unit layanan konseling menyampaikan imbauan agar mahasiswa menjaga data pribadi serta tidak melempar spekulasi yang bisa merugikan.
Di tingkat mahasiswa, responsnya berlapis. Ada yang penasaran pada sisi teknis transaksi, ada yang mengajak berhenti memperbincangkan nominal karena berpotensi memicu glorifikasi yang tidak sehat. Pengurus organisasi kampus menyoroti etika berbagi tangkapan layar, terutama ketika menyangkut informasi sensitif.
Perbincangan tentang Mahjong Ways 2 meluas ke warung kopi sekitar kampus dan lini masa pribadi. Gim bertema ubin mahjong itu kerap hadir dalam obrolan karena menggabungkan hiburan dengan mekanisme transaksi yang terhubung ke layanan pembayaran. Peristiwa Dina membuat sebagian orang menanyakan kembali batas aman penggunaan aplikasi yang menyentuh ranah uang nyata.
Sebagian mahasiswa menganggap gim tersebut hanyalah sarana melepas penat. Sebagian lain menekankan perlunya kontrol diri saat aplikasi memudahkan perpindahan dana dalam satu ketukan. Dinamika pandangan inilah yang akhirnya menempatkan gim ini sebagai topik kelas ringan, dari aspek desain pengalaman pengguna hingga konsekuensi pengelolaan saldo.
Kisah ini menyinggung aspek keamanan, mulai dari verifikasi dua langkah sampai kebiasaan menyimpan kredensial di gawai bersama. Tanpa menyebut merek perangkat, para teknisi muda di kampus mengingatkan bahwa sistem apa pun tetap membutuhkan kebiasaan pengguna yang rapi. Kebiasaan mengecek kembali jumlah yang tertera sebelum menekan tombol konfirmasi adalah langkah sederhana yang sering terlupa.
Jejak digital juga ikut dibahas. Ketika tangkapan layar beredar, konteks mudah hilang dan angka besar cepat mengambil panggung. Diskusi di kelas etika teknologi mendorong cara bertutur yang berhati-hati agar percakapan tidak berubah menjadi ajang pamer nominal.
Peristiwa Dina menyajikan pelajaran ringkas bagi lingkungan akademik. Hiburan digital yang terhubung ke layanan finansial membutuhkan perhatian ekstra, baik dari sisi pengaturan aplikasi maupun kebiasaan pengguna. Pengelola kampus pun dapat menyiapkan materi singkat tentang literasi keuangan digital agar mahasiswa memiliki rambu yang jelas.
Bagi mahasiswa, ada baiknya menata ulang kebiasaan bertransaksi di ponsel: mengunci layar dengan benar, menyalakan notifikasi verifikasi, dan menahan diri untuk tidak membagikan bukti transaksi yang memuat data pribadi. Dalam bingkai itu, kisah tentang Mahjong Ways 2 berperan sebagai pemantik diskusi sehat, bukan sekadar kabar heboh sesaat.